Aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, surga wisata bahari Indonesia, kembali menjadi sorotan. Tiga dari empat perusahaan tambang nikel di sana ternyata belum memiliki peringkat kinerja pengelolaan lingkungan (PROPER) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan lingkungan di wilayah yang dikenal dengan keindahan alamnya yang luar biasa. Kekhawatiran akan dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan pun semakin meningkat.
Status PROPER Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) telah mengungkap status PROPER dari empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat: PT GAG, PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).
PT GAG, menurut Dewan Penasihat Pertambangan APNI Djoko Widajatno, telah mendapatkan peringkat PROPER Biru dan Hijau. Namun, aktivitasnya saat ini ditangguhkan sementara.
Sementara itu, tiga perusahaan lainnya—PT KSM, PT ASP, dan PT MRP—belum tercatat memiliki peringkat PROPER berdasarkan data resmi KLHK.
APNI menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada catatan resmi dari KLHK yang menunjukkan ketiga perusahaan tersebut telah mengikuti program PROPER.
Dampak Lingkungan dan Regulasi
Greenpeace Indonesia sebelumnya telah mengkritik kegiatan penambangan nikel di Raja Ampat yang dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
UU tersebut bertujuan melindungi, mengelola, dan memanfaatkan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, adil, dan bertanggung jawab.
Djoko Widajatno menjelaskan bahwa perusahaan diperbolehkan melakukan eksploitasi sumber daya alam dengan syarat memenuhi peraturan yang berlaku dan menjalankan praktik pertambangan yang baik, termasuk prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).
Tantangan Keberlanjutan dan Pengawasan
Ketiadaan peringkat PROPER bagi sebagian besar perusahaan tambang nikel di Raja Ampat menimbulkan kekhawatiran akan potensi kerusakan lingkungan.
Pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas menjadi krusial untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan lingkungan dan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Perlu adanya transparansi dan akuntabilitas yang tinggi dari pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah, perusahaan tambang, dan lembaga pengawas lingkungan.
Keberhasilan menjaga kelestarian Raja Ampat sebagai surga wisata sekaligus pusat keanekaragaman hayati sangat bergantung pada pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab.
Penting untuk memastikan bahwa aktivitas ekonomi tidak mengorbankan keindahan alam dan keseimbangan ekosistem yang telah lama terjaga.
Pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan memastikan semua perusahaan tambang mematuhi seluruh peraturan yang berlaku, termasuk komitmen terhadap prinsip ESG.
Dengan demikian, pembangunan ekonomi dapat berjalan beriringan dengan pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Transparansi data PROPER dan laporan lingkungan berkala dari perusahaan tambang dapat membantu masyarakat memantau kinerja perusahaan dan memberikan tekanan untuk peningkatan pengelolaan lingkungan.
Ke depannya, diperlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, perusahaan tambang, masyarakat lokal, dan organisasi lingkungan untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan di Raja Ampat.