Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, tengah bergelut dengan permasalahan serius: tingginya angka perkawinan anak. Meskipun pemerintah daerah telah berupaya keras melalui berbagai regulasi dan edukasi, kendala justru muncul dari lemahnya penegakan hukum di lapangan. Banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak, termasuk perkawinan anak, yang tidak diproses secara hukum karena kendala teknis dan kurangnya komitmen aparat penegak hukum dalam menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Lombok Timur, Ahmat, menyoroti masalah ini. Ia mengungkapkan keengganan aparat penegak hukum untuk menerapkan UU TPKS menjadi hambatan utama dalam melindungi anak-anak di Lombok Timur.
Kendala Penerapan UU TPKS dalam Kasus Perkawinan Anak
Ahmat menyatakan kekecewaannya atas banyaknya kasus kekerasan terhadap anak, termasuk perkawinan anak, yang diselesaikan melalui jalur mediasi. Hal ini terjadi karena aparat hukum seringkali beralasan kurangnya bukti dan saksi, padahal pelaporan dari korban seharusnya sudah cukup untuk memulai proses hukum.
Ia memberikan analogi yang sederhana namun menohok: mencuri seekor ayam saja diproses secara hukum, namun perampasan hak anak melalui perkawinan usia dini seringkali diabaikan. Ini menunjukkan adanya ketidakadilan dan lemahnya penegakan hukum terhadap kejahatan seksual terhadap anak di Lombok Timur.
Upaya Pemkab Lombok Timur dalam Pencegahan Perkawinan Anak
Pemkab Lombok Timur sebenarnya telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam menangani permasalahan perkawinan anak. Berbagai regulasi telah diterbitkan, mulai dari tingkat desa hingga provinsi, untuk mencegah dan menindak perkawinan anak.
Pada tahun 2021, Bupati Lombok Timur menginstruksikan seluruh camat dan kepala desa untuk membuat peraturan desa terkait perkawinan anak. Selain itu, terdapat juga Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 41 Tahun 2020 dan Peraturan Daerah (Perda) tingkat provinsi tentang penundaan usia perkawinan.
Pemkab juga gencar melakukan edukasi kepada pelajar untuk mencegah perkawinan anak. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang bahaya perkawinan usia dini bagi kesehatan dan masa depan anak.
Perlu Sinergitas Antar Lembaga untuk Efektivitas Penanganan
Meskipun telah banyak upaya yang dilakukan oleh Pemkab Lombok Timur, masalah perkawinan anak tetap menjadi tantangan besar. Keengganan aparat penegak hukum dalam menerapkan UU TPKS menjadi faktor penghambat utama.
Sinergitas yang lebih kuat antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan lembaga perlindungan anak sangat diperlukan. Peningkatan kapasitas dan pemahaman aparat penegak hukum tentang UU TPKS juga menjadi kunci keberhasilan dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak, termasuk perkawinan anak.
Selain itu, perlu adanya pelatihan dan sosialisasi yang lebih intensif kepada aparat penegak hukum agar mereka memahami dan mampu menerapkan UU TPKS secara efektif dan konsisten. Hal ini penting untuk memastikan bahwa setiap kasus kekerasan seksual terhadap anak ditangani dengan serius dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Lebih lanjut, penting juga untuk memberikan dukungan dan perlindungan yang memadai bagi korban perkawinan anak. Hal ini termasuk akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan konseling psikologis. Dengan memberikan dukungan yang komprehensif, diharapkan korban dapat pulih dan membangun kembali kehidupannya.
Permasalahan perkawinan anak di Lombok Timur menuntut komitmen dan kolaborasi dari semua pihak. Dengan memperkuat penegakan hukum, meningkatkan edukasi, dan memberikan dukungan kepada korban, diharapkan angka perkawinan anak dapat ditekan dan hak-hak anak dapat terlindungi dengan lebih baik.
Ke depan, diharapkan akan ada peningkatan kesadaran dan komitmen dari seluruh pihak terkait untuk bersama-sama memberantas perkawinan anak di Lombok Timur. Suksesnya upaya ini bergantung pada sinergi yang kuat antara pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat, dan lembaga perlindungan anak.