Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengambil keputusan kontroversial dengan menyerang fasilitas nuklir Iran pada Sabtu, 21 Juni 2025. Keputusan ini menimbulkan reaksi beragam, terutama terkait transparansi dan proses pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintahan Trump. Kejadian ini memicu perdebatan sengit di Kongres AS, membagi pandangan politik di antara Partai Republik dan Demokrat.
Ketidakjelasan mengenai proses pengambilan keputusan presiden dalam serangan ini menjadi sorotan utama. Informasi yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam penyampaian informasi kepada anggota Kongres dari kedua partai.
Pemberitahuan yang Tidak Merata kepada Kongres
Sebelum serangan terhadap fasilitas nuklir Iran diluncurkan, Presiden Trump hanya menginformasikan kepada beberapa petinggi Partai Republik di Kongres. Ketua DPR Mike Johnson dan pemimpin mayoritas Senat John Thune termasuk di antara yang diberi tahu. Mereka kemudian menyatakan dukungan mereka terhadap tindakan Trump.
Namun, para petinggi Partai Demokrat, termasuk pemimpin minoritas Senat Chuck Schumer dan pemimpin minoritas DPR Hakeem Jeffries, baru diberi tahu sesaat sebelum pengumuman publik – setelah serangan terjadi. Hal serupa dialami oleh Senator Mark Warner dan Jim Himes dari komite intelijen Senat dan DPR. Perbedaan perlakuan ini memicu kecaman keras dari pihak Demokrat.
Reaksi yang Terbagi Berdasarkan Garis Partai
Reaksi terhadap serangan tersebut terpolarisasi dengan jelas berdasarkan afiliasi partai. Partai Republik mayoritas mendukung Trump, sementara Demokrat secara luas mengecam keputusan tersebut. Dukungan dari Partai Republik ditunjukkan melalui pernyataan publik dari berbagai anggota parlemen, termasuk Johnson dan Thune yang langsung menyatakan dukungan mereka.
Sebaliknya, Demokrat mengecam kurangnya konsultasi dengan Kongres dan menuntut penjelasan dari pemerintahan Trump. Senator Mark Warner secara tegas mengkritik keputusan Trump yang dinilai terburu-buru dan tidak transparan. Senator Tim Kaine pun berencana memaksakan pemungutan suara di Senat terkait peran Kongres dalam memutuskan penggunaan kekuatan militer. Hanya Senator John Fetterman yang secara terbuka memuji serangan tersebut.
Kritik Terhadap Konstitusionalitas dan Transparansi
Banyak anggota Demokrat dan beberapa anggota Republik mempertanyakan konstitusionalitas keputusan Trump untuk menyerang Iran tanpa persetujuan Kongres. Thomas Massie, anggota DPR dari Partai Republik, bahkan berencana memaksakan pemungutan suara di DPR mengenai pembatasan kewenangan perang Trump.
Demokrat juga mengecam kurangnya transparansi dalam proses pengambilan keputusan. Biasanya, “Gang of Eight” (anggota kunci Kongres dari kedua partai dan komite intelijen) akan diberi pengarahan sebelum aksi militer besar. Namun, dalam kasus ini, informasi hanya disampaikan kepada sebagian anggota Kongres, menciptakan ketimpangan informasi dan memperkuat kecurigaan terhadap kurangnya transparansi pemerintah.
Perdebatan Sengit Mengenai Kewenangan Perang
Serangan udara tersebut memicu perdebatan sengit di Kongres mengenai batasan kewenangan perang presiden. DPR dan Senat dijadwalkan melakukan pemungutan suara dalam beberapa hari mendatang untuk menentukan sikap mereka. Perdebatan ini akan menentukan batas kewenangan presiden dalam mengambil tindakan militer tanpa persetujuan resmi dari Kongres.
Beberapa anggota Kongres dari Partai Republik, meskipun mendukung serangan tersebut, juga mempertanyakan kewenangan Trump untuk bertindak secara sepihak. Warren Davidson, anggota DPR dari Partai Republik dan mantan perwira Angkatan Darat, menanyakan dasar konstitusional dari keputusan tersebut. Perdebatan ini menunjukkan munculnya keretakan internal di Partai Republik sendiri mengenai peran Kongres dalam keputusan-keputusan terkait penggunaan kekuatan militer.
Peristiwa ini meninggalkan pertanyaan mendalam mengenai akuntabilitas eksekutif dan keseimbangan kekuasaan antara presiden dan Kongres dalam hal penggunaan kekuatan militer. Perbedaan reaksi antara Partai Republik dan Demokrat semakin memperlebar jurang pemisah di antara kedua partai dan akan terus menjadi fokus utama perdebatan politik di masa mendatang. Ke depan, transparansi dan keterlibatan Kongres dalam pengambilan keputusan terkait serangan militer menjadi isu krusial yang perlu dibenahi.