Pulau Citlim di Karimun, Kepulauan Riau, menjadi sorotan menyusul temuan kerusakan masif akibat dugaan aktivitas penambangan pasir ilegal. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan bukti kerusakan lingkungan yang signifikan selama inspeksi mendadak di pulau tersebut. Kerusakan ini mengancam ekosistem pesisir dan keberlanjutan sumber daya kelautan di wilayah tersebut. Temuan ini menjadi peringatan serius atas lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di kawasan pesisir Indonesia.
Pengawasan ketat terhadap aktivitas pertambangan di pulau kecil sangat diperlukan mengingat kerentanan ekosistemnya. Pulau Citlim, dengan luas kurang dari 100 kilometer persegi, tergolong pulau sangat kecil dan rentan terhadap dampak negatif kegiatan eksploitatif. KKP berkomitmen untuk melindungi pulau-pulau kecil dari ancaman kerusakan lingkungan.
Penambangan Ilegal di Pulau Citlim: Kerusakan Masif Ancam Ekosistem
Tim KKP menemukan satu perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang masih aktif melakukan penambangan pasir di Pulau Citlim. Dua perusahaan lain telah berhenti beroperasi karena masa IUP mereka telah habis. Namun, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan tetap signifikan.
Kerusakan masif terkonsentrasi di area yang sebelumnya diterbitkan IUP. Aktivitas penambangan yang dilakukan di wilayah sempadan pantai menyebabkan dampak buruk terhadap ekosistem pesisir Pulau Citlim. KKP akan menindaklanjuti temuan ini dengan pengawasan dan penindakan tegas oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
Penegakan Hukum dan Perlindungan Ekosistem Pulau Kecil
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Koswara, menegaskan komitmen KKP untuk melindungi ekosistem pulau-pulau kecil dari aktivitas penambangan ilegal. Pertambangan bukanlah kegiatan prioritas di pulau kecil, sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Aktivitas penambangan mineral dilarang jika menimbulkan kerusakan lingkungan, pencemaran, dan merugikan masyarakat. Pulau-pulau kecil merupakan ekosistem yang sangat rentan dan membutuhkan perlindungan khusus. Penambangan ilegal tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam kelestarian lingkungan dan mata pencaharian masyarakat pesisir.
Regulasi dan Upaya Perlindungan Pulau Kecil
Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Ahmad Aris, menjelaskan bahwa Pulau Citlim masuk kategori pulau sangat kecil. Kegiatan eksploitatif yang mengubah bentang alam dilarang karena berdampak buruk pada ekosistem laut sekitarnya.
KKP berwenang memberikan izin kepada penanam modal asing dan merekomendasikan penanaman modal dalam negeri untuk pemanfaatan pulau kecil pada areal penggunaan lainnya (APL). Namun, pemanfaatan tersebut harus memenuhi persyaratan ketat, termasuk pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Teknologi ramah lingkungan juga wajib digunakan.
Putusan perkara Nomor 35/PUU-XXI/2023 memperkuat regulasi perlindungan pulau kecil. Pemanfaatan sumber daya di pulau kecil harus sesuai prioritas dan memenuhi syarat kelestarian lingkungan. Hal ini memperkuat posisi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 sebagai dasar pengelolaan pulau kecil yang berkelanjutan dan tidak diskriminatif. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2024 juga memperkuat komitmen perlindungan ekosistem laut dan pesisir Indonesia.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, sebelumnya telah menekankan peran penting pulau-pulau kecil dalam menjaga kelestarian ekosistem kelautan. KKP terus berupaya memperkuat perlindungan ekosistem laut dan pesisir di Indonesia melalui berbagai regulasi dan tindakan tegas terhadap pelanggaran hukum. Peristiwa di Pulau Citlim ini menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang efektif untuk melindungi kekayaan alam Indonesia.