Pelatih Tim Nasional Italia, Luciano Spalletti, mengakhiri masa tugasnya dengan kemenangan tipis 2-0 atas Moldova dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026. Namun, konferensi pers perpisahannya lebih terasa seperti pengakuan kegagalan daripada perayaan. Spalletti, didampingi manajer tim Gianluigi Buffon dan Presiden FIGC Gabriele Gravina, menyampaikan refleksi jujur dan penuh keterusterangan.
Kekalahan telak 0-3 dari Norwegia beberapa hari sebelumnya menjadi titik balik yang mengakhiri kariernya sebagai pelatih Azzurri. Meskipun menang di laga terakhir, penampilan Italia tetap jauh dari meyakinkan, membuat pemecatan Spalletti sudah diputuskan bahkan sebelum pertandingan melawan Moldova.
Spalletti Mengaku Gagal dan Tak Menyalahkan Siapapun
Spalletti secara terbuka mengakui kegagalannya dalam memimpin Timnas Italia. Ia menyadari bahwa percobaan taktik dan rotasi pemain justru memperumit situasi tim.
Ia tak menyalahkan siapapun atas hasil buruk yang diraih. Bahkan, ia merasa media terlalu baik dalam menilai kinerjanya. Spalletti mengaku kecewa pada dirinya sendiri karena dinilai gagal memaksimalkan potensi pemain yang ada.
Reaksi pemain saat mengetahui pemecatan Spalletti dijelaskan sebagai suasana sunyi di ruang ganti. Para pemain tampaknya telah mengantisipasi situasi tersebut.
Spalletti Mencoba Berubah, Namun Justru Merusak
Spalletti menjelaskan bahwa ia datang dengan niat untuk merombak sistem permainan Italia. Namun, upayanya tersebut justru menimbulkan lebih banyak masalah daripada solusi.
Ia menyesali beberapa keputusan kontroversialnya, termasuk hubungan tegang dengan Francesco Acerbi. Walaupun telah meminta maaf, Spalletti tetap mempertahankan keputusannya untuk memberikan kesempatan bermain kepada pemain muda seperti Calafiori dan Buongiorno.
Jadwal padat dan kondisi fisik pemain juga menjadi tantangan besar. Spalletti mencontohkan kontribusi Tonali yang energik tidak diimbangi oleh rekan-rekannya.
Italia: Minimnya Pilihan, Banyaknya Dilema
Spalletti mengungkapkan minimnya pilihan pemain berkualitas di Timnas Italia sebagai salah satu kendala utama. Banyak pemain bintang yang jarang bermain atau mengalami cedera, seperti Chiesa, Zaccagni, dan Zaniolo.
Kendati demikian, ia tidak menjadikan hal itu sebagai alasan kegagalannya. Spalletti menegaskan bahwa pelatih tim nasional harus mampu menemukan solusi, bukan bersembunyi di balik keterbatasan.
Rekor Spalletti selama melatih Italia terbilang cukup baik di atas kertas: 12 kemenangan, 6 imbang, dan 6 kekalahan. Namun, hasil tersebut dinilai tidak cukup untuk membawa Italia ke arah yang lebih baik.
Spalletti mengakui dirinya mungkin bukanlah orang yang tepat untuk memimpin tim ini. Ia menerima keputusan pemecatannya.
Saatnya Lembar Baru untuk Azzurri
Dengan berakhirnya masa jabatan Spalletti, FIGC kini mencari pelatih baru untuk mengembalikan kejayaan Italia. Claudio Ranieri dan Stefano Pioli menjadi kandidat terkuat.
Spalletti meninggalkan pesan bahwa dukungan publik sangat penting dan tidak boleh disia-siakan. Ia mengingat momen anak-anak yang antusias menyambut bus tim, yang sayangnya tak bisa dibalas dengan penampilan terbaik.
Walaupun mengakhiri tugasnya dengan kekecewaan, Spalletti berharap yang terbaik bagi Timnas Italia. Ia berharap pelatih berikutnya dapat melanjutkan apa yang telah ia mulai, namun dengan cara yang lebih efektif.
Sumber: Football Italia
Perpisahan Spalletti meninggalkan pertanyaan besar tentang masa depan Timnas Italia. Apakah pelatih baru dapat mengatasi masalah internal dan minimnya pemain berkualitas? Apakah Azzurri bisa kembali bersinar di kancah internasional? Hanya waktu yang akan menjawabnya.