Film horor terbaru, 28 Years Later, garapan sutradara Danny Boyle, telah menciptakan sensasi di industri perfilman. Keunikan film ini terletak pada proses pengambilan gambarnya yang memanfaatkan 20 unit iPhone 15 Pro Max sebagai kamera utama. Meskipun menggunakan perangkat mobile, kualitas gambar tetap terjaga berkat penggunaan rig khusus dan lensa eksternal profesional.
Film yang ditulis oleh Alex Garland ini menghadirkan kisah menegangkan Spike, anak berusia 12 tahun, dan ayahnya, Jamie, yang diperankan oleh Aaron Taylor-Johnson. Mereka berdua harus menghadapi ancaman mengerikan berupa wabah “Rage Virus” atau “Virus Amarah”.
Alur Cerita Menegangkan 28 Years Later
Spike dan Jamie meninggalkan pulau terpencil tempat tinggal mereka untuk pertama kalinya. Perjalanan ini membawa mereka berhadapan langsung dengan para korban infeksi Rage Virus.
Adegan kejar-kejaran menegangkan dengan para terinfeksi direkam menggunakan kombinasi iPhone dan drone untuk mendapatkan sudut pandang yang dinamis. Danny Boyle bahkan bereksperimen dengan cara yang tidak biasa, seperti mengikatkan kamera ke kambing untuk mendapatkan sudut unik, meskipun cuplikan ini tidak digunakan dalam versi final film.
Boyle menyatakan bahwa resolusi smartphone modern, yang mampu merekam hingga 4K 60fps, sudah cukup untuk produksi sinematik. Film ini menjanjikan ketegangan dan emosi yang mendalam, apalagi dengan rencana sekuel, 28 Years Later: The Bone Temple, yang dijadwalkan rilis tahun 2026.
Kemunculan Kembali Cillian Murphy?
Kemungkinan kembalinya Cillian Murphy sebagai Jim, karakter utama dari 28 Days Later, menjadi daya tarik tersendiri. Sosok yang mirip Jim muncul sekilas di trailer, terlihat jauh lebih buruk daripada penampilannya sebelumnya.
Meskipun namanya tidak ada di poster promosi, Murphy terdaftar sebagai produser eksekutif di situs web Sony Pictures. Hal ini memicu spekulasi di kalangan penggemar tentang kembalinya aktor pemenang penghargaan tersebut ke waralaba ini.
Banyak yang berspekulasi bahwa jika Jim kembali, ia mungkin tidak akan lagi dalam wujud manusia biasa, melainkan telah terinfeksi virus tersebut. Teori ini menambah misteri dan antisipasi untuk film ini.
Tiga Dekade Setelah Wabah
Film ini berlatar hampir tiga dekade setelah wabah “virus kemarahan” pertama. Sejumlah penyintas tinggal di sebuah pulau terpencil, berusaha menghindari infeksi.
Ketegangan meningkat ketika salah satu dari mereka memutuskan meninggalkan pulau untuk menjalankan misi ke daratan. Misi ini justru mengungkap rahasia mengerikan yang mengancam tidak hanya para terinfeksi, tetapi juga para penyintas.
Tagline film, “Waktu tidak menyembuhkan apa pun,” merepresentasikan kesuraman dan trauma yang tak kunjung reda akibat wabah tersebut. Virus ini bukan hanya ancaman fisik, tetapi juga simbol trauma psikologis yang mendalam.
28 Years Later menawarkan lebih dari sekadar film horor biasa. Penggunaan teknologi modern dalam pengambilan gambar, plot yang menegangkan, dan spekulasi seputar kembalinya Cillian Murphy menjadikan film ini sebuah tontonan yang dinantikan oleh para penggemar film horor dan pencinta cerita pasca-apokaliptik.
Film ini berhasil menyajikan kisah yang mencekam dan emosional dengan menggabungkan elemen horor klasik dan inovasi teknologi modern. Dengan plot yang penuh kejutan dan potensi kelanjutan cerita yang menarik, 28 Years Later layak menjadi tontonan yang tak terlupakan.