Provinsi Aceh tengah menghadapi polemik sengketa kepemilikan empat pulau di wilayah Aceh Singkil. Permasalahan ini mencuat setelah Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, bertemu Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, pada 4 Juni 2025. Pertemuan tersebut membahas Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan pengalihan empat pulau—Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek—dari Aceh Singkil ke Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Keputusan ini telah memicu gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat Aceh.
Aceh bersikeras atas kepemilikan keempat pulau tersebut, didukung oleh bukti-bukti historis dan data kependudukan yang kuat. Penolakan ini bukan hanya dari masyarakat sipil, namun juga mendapat dukungan dari anggota DPR/DPD RI asal Aceh dan Pemerintah Aceh sendiri. Mereka bertekad untuk mengembalikan empat pulau tersebut ke pangkuan Aceh.
Polemik Empat Pulau Aceh: Sejarah dan Klaim Kepemilikan
Keputusan Mendagri yang kontroversial tersebut telah menimbulkan kegaduhan di Aceh. Pemerintah Aceh menganggap keputusan ini tidak sah dan menentang bukti-bukti kuat yang menunjukkan kepemilikan Aceh atas keempat pulau tersebut.
Bukti-bukti yang diajukan Aceh meliputi surat kesepakatan bersama antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara tahun 1992. Perjanjian tersebut, yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar serta disaksikan Mendagri Rudini, dengan jelas menetapkan status kepemilikan keempat pulau tersebut berada di Aceh.
Langkah-Langkah Aceh dalam Menyelesaikan Sengketa
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, menyatakan prioritasnya untuk menyelesaikan sengketa ini dan mengembalikan hak-hak Aceh. Beliau telah memimpin sejumlah pertemuan dengan berbagai pihak untuk membahas langkah-langkah strategis yang akan ditempuh.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah mengumpulkan anggota DPR Aceh, Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD RI asal Aceh, ulama, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya. Pertemuan tersebut menghasilkan surat protes resmi terhadap Keputusan Mendagri dan rencana advokasi bersama untuk mengembalikan keempat pulau tersebut.
Strategi Penyelesaian Sengketa
- Upaya kekeluargaan: Pemerintah Aceh akan memprioritaskan penyelesaian sengketa secara kekeluargaan dengan pihak Sumatera Utara.
- Langkah administratif: Pemerintah Aceh akan menggunakan jalur administratif untuk membatalkan Keputusan Mendagri yang dianggap tidak sah.
- Pengajuan argumentasi politik: Pemerintah Aceh akan menggalang dukungan politik untuk memperkuat klaim kepemilikan keempat pulau tersebut.
Aceh memutuskan untuk tidak menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Alasannya, bukti-bukti historis, kependudukan, hingga aktivitas masyarakat di keempat pulau tersebut sudah cukup kuat untuk mendukung klaim kepemilikan Aceh.
Dukungan dan Tekad Aceh untuk Mengembalikan Keempat Pulau
Berbagai elemen masyarakat Aceh bersatu dalam menentang keputusan Mendagri. Dukungan tersebut datang dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat sipil hingga pemerintah Aceh. Mereka merasa bahwa keputusan tersebut mengabaikan bukti-bukti sejarah dan hak-hak Aceh.
Gubernur Manaf menekankan bahwa poin penting dari surat keberatan adalah penegasan atas hak-hak Aceh yang didukung oleh bukti-bukti sejarah, kependudukan, dan geografis yang kuat. Keempat pulau tersebut secara historis, demografis, dan geografis merupakan bagian tak terpisahkan dari Aceh.
Pertemuan yang dilakukan Gubernur Aceh juga melibatkan tokoh-tokoh penting dan berpengaruh di Aceh. Hal ini menunjukkan keseriusan dan komitmen Pemerintah Aceh untuk menyelesaikan sengketa ini dan mengembalikan keempat pulau tersebut ke pangkuan Aceh. Dukungan luas dari berbagai pihak menunjukan betapa pentingnya masalah ini bagi masyarakat Aceh dan menunjukkan tekad kuat mereka untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Proses penyelesaian sengketa ini diharapkan dapat berjalan lancar dan menghasilkan solusi yang adil bagi semua pihak, sekaligus menjaga persatuan dan kesatuan NKRI.