Pakar hukum pidana, Dr. Chairul Huda, menyoroti pentingnya revisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ia mengusulkan agar definisi penyidikan dalam revisi tersebut lebih netral, mencegah potensi penyalahgunaan wewenang dalam proses penetapan tersangka. Tujuannya adalah untuk memastikan proses hukum yang lebih adil dan transparan bagi semua pihak.
Penyidikan, menurutnya, tidak selalu harus berujung pada penetapan tersangka. Proses ini juga dapat berhenti jika tidak ditemukan unsur pidana. Hal ini penting untuk mencegah penegak hukum terfokus hanya pada penetapan tersangka tanpa memperhatikan aspek keadilan.
Revisi Definisi Penyidikan dalam RUU KUHAP
Dr. Chairul Huda mengkritik definisi penyidikan dalam RUU KUHAP yang berbunyi: “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti guna membuat terang tindak pidana serta menemukan tersangka.” Definisi ini, menurutnya, terlalu terfokus pada penetapan tersangka.
Ia mengusulkan penambahan frasa “atau guna menetapkan peristiwa bukan tindak pidana, atau tidak cukup bukti sebagai tindak pidana”. Dengan demikian, definisi penyidikan menjadi lebih netral dan seimbang. Tujuannya adalah untuk menghindari interpretasi yang sempit dan berpotensi memicu penyalahgunaan wewenang.
Menghindari Kesewenang-wenangan dalam Penegakan Hukum
Pakar hukum ini menekankan pentingnya perubahan ini untuk mencegah kesewenang-wenangan. Ia khawatir orientasi penegak hukum yang hanya tertuju pada penetapan tersangka dapat memicu tindakan-tindakan melanggar hukum, seperti penyiksaan, guna mencapai tujuan tersebut.
Dengan revisi definisi ini, diharapkan penegak hukum akan lebih berhati-hati dan mempertimbangkan semua aspek dalam proses penyidikan. Proses hukum yang lebih adil dan berimbang akan tercipta, melindungi hak-hak tersangka dan memastikan keadilan ditegakkan.
Usulan Pengaturan Penyidikan di Luar KUHAP
Selain revisi definisi, Dr. Chairul Huda juga mengusulkan agar pengaturan teknis penyidikan tidak lagi tercantum dalam KUHAP. Ia berpendapat, terdapat redundansi dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
Proses penyelidikan seringkali mengulang langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam penyidikan. Sebagai contoh, keterangan saksi yang sudah dicatat dalam penyelidikan, kemudian diulang dalam penyidikan dengan nama berbeda. Ketidakefisiensian ini perlu diatasi.
Desentralisasi Pengaturan Penyidikan
Sebagai solusi, Dr. Chairul Huda mengusulkan agar pengaturan penyidikan diatur oleh masing-masing lembaga yang memiliki penyidik. Misalnya, penyidik kepolisian diatur dalam Peraturan Kepolisian (Perpol).
Dengan pengaturan yang lebih desentralisasi ini, diharapkan proses penyidikan menjadi lebih fleksibel dan mampu mengikuti perkembangan modus operandi tindak pidana yang terus berkembang. Hal ini akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penegakan hukum.
- Penyidikan kepolisian diatur dalam Perpol.
- Lembaga lain dengan penyidik juga akan memiliki pengaturan tersendiri.
- Hal ini akan meningkatkan fleksibilitas dan efisiensi.
Dengan demikian, proses penyidikan akan lebih adaptif terhadap perkembangan kejahatan dan lebih efisien. Revisi KUHAP yang komprehensif dan mempertimbangkan aspek keadilan serta efisiensi sangat penting untuk mewujudkan penegakan hukum yang lebih baik di Indonesia. Usulan-usulan Dr. Chairul Huda memberikan perspektif yang penting dalam upaya tersebut, mengarah pada sistem hukum yang lebih berkeadilan dan berorientasi pada pencarian kebenaran, bukan sekadar penetapan tersangka. Harapannya, revisi KUHAP akan menghasilkan sistem yang lebih baik, lebih adil, dan lebih efektif dalam menegakkan hukum di Indonesia.