Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengungkapkan bahwa serangan Israel selama 12 hari pada Juni 2025 memiliki tujuan terselubung. Serangan tersebut bukan hanya sekadar aksi militer biasa, melainkan strategi untuk mengguncang stabilitas sistem pemerintahan Iran dari dalam.
Khamenei menuturkan bahwa Israel berupaya melemahkan sistem negara melalui serangan yang tertarget. Ia menjelaskan hal ini dalam sebuah pertemuan dengan pejabat yudisial, seperti yang dikutip oleh AFP.
Serangan Israel dan Dampaknya terhadap Iran
Khamenei menyatakan dalam video yang diunggah di situs resminya bahwa tujuan utama serangan Israel adalah memicu kerusuhan internal. Mereka berharap dapat menghasut rakyat Iran untuk menggulingkan sistem pemerintahan yang ada.
Serangan besar-besaran Israel pada 13 Juni 2025 menewaskan sejumlah komandan militer dan ilmuwan nuklir Iran. Lebih dari 1.000 warga Iran dilaporkan tewas akibat serangan tersebut.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan kepada Fox News bahwa serangan ini bertujuan untuk mengubah sistem pemerintahan Iran. Pernyataan ini semakin memperkuat dugaan adanya agenda terselubung di balik serangan tersebut.
Sebagai balasan, Iran melancarkan serangan rudal dan drone yang menewaskan 28 warga Israel. Tindakan balasan ini semakin meningkatkan ketegangan di kawasan tersebut.
Amerika Serikat, sekutu dekat Israel, juga turut campur tangan dengan melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran pada 22 Juni 2025. Serangan ini terjadi di Fordo, Isfahan, dan Natanz.
Iran membalas serangan AS dengan meluncurkan rudal ke pangkalan udara Al Udeid di Qatar. Khamenei menyebut serangan balasan ini sebagai “pukulan besar” untuk Amerika Serikat.
Gencatan senjata antara Iran dan Israel baru tercapai pada 24 Juni 2025. Namun, dampak dari serangan tersebut masih terasa hingga saat ini.
Konsekuensi Politik dan Diplomasi
Serangan Israel ke Iran terjadi hanya dua hari sebelum pertemuan keenam antara Teheran dan Washington dalam pembicaraan nuklir pada 12 April 2025. Pertemuan tersebut akhirnya tidak dilanjutkan.
Iran menegaskan bahwa mereka tetap terbuka untuk jalur diplomasi. Namun, mereka meminta jaminan dari Washington bahwa AS tidak akan menggunakan kekuatan militer terhadap Iran.
Parlemen Iran, pada 16 Juli 2025, menolak negosiasi lebih lanjut tanpa pemenuhan beberapa “syarat pra-negosiasi”. Rincian syarat tersebut belum diungkapkan secara resmi.
Khamenei menekankan pentingnya kehati-hatian dan presisi bagi diplomat dan militer Iran dalam mengambil langkah selanjutnya. Ia menegaskan bahwa Iran akan bertindak dari posisi yang kuat, baik dalam diplomasi maupun militer.
Analisis dan Perspektif Ke Depan
Serangan Israel ke Iran menimbulkan pertanyaan serius tentang stabilitas regional dan implikasi globalnya. Ketegangan antara Iran dan Israel, serta keterlibatan AS, menciptakan situasi yang kompleks dan rawan konflik.
Kegagalan pembicaraan nuklir dan penolakan parlemen Iran terhadap negosiasi lebih lanjut tanpa syarat tertentu, menunjukkan bahwa jalan menuju resolusi damai masih panjang dan penuh tantangan. Pernyataan Khamenei tentang tindakan dari posisi kekuatan menandakan bahwa eskalasi lebih lanjut masih mungkin terjadi.
Peristiwa ini juga menyoroti pentingnya dialog dan kerja sama internasional dalam menyelesaikan konflik dan mencegah eskalasi lebih lanjut di Timur Tengah. Pendekatan yang komprehensif dan berimbang sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas dan perdamaian di kawasan tersebut.
Situasi ini membutuhkan perhatian dan pengawasan yang cermat dari komunitas internasional. Upaya diplomasi yang intensif dan terukur menjadi kunci untuk mencegah konflik yang lebih luas dan merugikan semua pihak. Ke depan, peran komunitas internasional dalam mendorong dialog dan perundingan yang konstruktif sangatlah krusial.