Nelayan kecil Indonesia, tulang punggung perekonomian pesisir, menghadapi tantangan besar dalam mengakses pasar global. Meskipun menyumbang hampir 90 persen produksi perikanan tangkap nasional dan banyak menggunakan alat tangkap ramah lingkungan, mereka sering terpinggirkan oleh sistem perdagangan yang menuntut standar tinggi dan birokrasi rumit.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyadari permasalahan ini dan berupaya keras untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraan nelayan kecil di kancah internasional. Upaya tersebut dilakukan melalui berbagai forum global, termasuk konferensi laut dunia, untuk mendorong keberpihakan pasar terhadap nelayan kecil Indonesia.
Mencari Keadilan dan Kesejahteraan Nelayan Kecil Indonesia di Pasar Global
Pemerintah Indonesia, melalui KKP, gencar mengadvokasi nelayan skala kecil di forum internasional. Hal ini dilakukan untuk memastikan mereka mendapatkan akses pasar yang adil dan setara dengan pelaku industri perikanan skala besar.
Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Lotharia Latif, menekankan pentingnya keberpihakan pasar global terhadap nelayan kecil. Mereka, kata Latif, adalah penjaga ekosistem dan pilar ekonomi pesisir, namun kerap terbebani oleh standar perdagangan yang tinggi.
Regulasi dan Upaya Pemberdayaan Nelayan
Indonesia telah mengambil langkah konkret untuk melindungi dan memberdayakan nelayan kecil. Salah satunya adalah dengan mengadopsi Pedoman Sukarela FAO 2015 untuk Menjamin Perikanan Skala Kecil yang Berkelanjutan dan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur.
Peraturan tersebut dilengkapi dengan Permen KP Nomor 28 dan 36 Tahun 2023 yang mengatur kuota dan alat tangkap bagi nelayan skala kecil dan industri perikanan. Langkah ini selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 14.b, yaitu pemberdayaan komunitas pesisir dan nelayan.
Tantangan Akses Pasar dan Sertifikasi
Meskipun telah ada regulasi yang mendukung, nelayan kecil masih menghadapi hambatan signifikan dalam mengakses pasar global. Tantangan utamanya terletak pada persyaratan sertifikasi yang mahal dan rumit, seperti VSS (Voluntary Sustainability Standard) dan sertifikasi eko-labeling.
Biaya tinggi dan proses yang kompleks menjadi penghalang bagi nelayan kecil, meskipun mereka telah lama menerapkan praktik perikanan berkelanjutan. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian antara praktik di lapangan dengan persyaratan pasar yang kurang ramah.
Inovasi Lokal dan Rencana Aksi Nasional
KKP tidak hanya berfokus pada regulasi, tetapi juga mendorong inovasi lokal untuk memperkuat posisi nelayan kecil. Salah satu contohnya adalah Sasi Label dari Maluku, yang dijalankan bersama CFI Indonesia.
Program ini membantu nelayan kecil melalui pengelolaan komunitas, perlindungan musim ikan, pelatihan, dan penguatan koperasi. Selain itu, KKP juga sedang menyusun Rencana Aksi Nasional Perikanan Skala Kecil (NPOA-SSF) yang komprehensif.
- NPOA-SSF akan fokus pada akses tangkap yang aman.
- NPOA-SSF akan mempermudah akses sertifikasi standar.
- NPOA-SSF akan meningkatkan akses pasar bagi nelayan kecil.
- NPOA-SSF akan mendorong ketertelusuran digital hasil tangkapan.
- NPOA-SSF akan memberdayakan kelembagaan nelayan.
Partisipasi aktif Indonesia dalam UNOC-3 di Nice, Prancis, menunjukkan komitmen kuat dalam memperjuangkan keberlanjutan laut dan kesejahteraan nelayan. Indonesia juga mempromosikan paradigma baru, di mana keberlanjutan laut tidak hanya ditentukan oleh skema industri besar, tetapi juga dengan memberikan ruang dan pengakuan bagi komunitas pesisir.
Keberhasilan upaya ini akan berdampak signifikan, tidak hanya pada kesejahteraan nelayan Indonesia, tetapi juga pada keberlanjutan sumber daya laut dan ketahanan pangan global. Dengan memberikan akses pasar yang adil dan melibatkan nelayan dalam kebijakan, kita dapat memastikan kelestarian laut dan masa depan generasi pesisir.