Gelombang kekerasan sektarian kembali melanda Suriah, menarget komunitas minoritas Druze dan memicu serangan balasan dari Israel. Insiden bermula dari penculikan seorang pedagang Druze pada Minggu, 13 Juli 2025. Peristiwa ini memicu bentrokan mematikan antara milisi Druze dan suku Badui di Suriah selatan yang berlangsung selama beberapa hari.
Kerusuhan tersebut kemudian berujung pada serangan udara Israel terhadap pasukan pro-pemerintah Suriah pada Selasa, 15 Juli 2025. Serangan ini, menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), telah mengakibatkan jatuhnya sedikitnya 350 korban jiwa di Sweida sejak Minggu.
Konflik di Sweida: Bentrokan Antara Druze dan Suku Badui
Bentrokan antara milisi Druze dan suku Badui di Sweida menandai babak baru kekerasan sektarian di Suriah. Penculikan seorang pedagang Druze menjadi pemicu utama konflik berdarah ini.
Konflik ini berlanjut selama beberapa hari, menewaskan banyak warga sipil. Insiden ini merupakan kekerasan skala besar pertama di Sweida yang mayoritas penduduknya adalah Druze sejak pertempuran April dan Mei lalu antara pejuang Druze dan pasukan keamanan Suriah.
Serangan Israel: Balas Dendam atau Upaya Pencegahan?
Israel membalas dengan melancarkan serangan udara terhadap pasukan pro-pemerintah Suriah di Sweida. Negara Yahudi itu menyatakan serangan tersebut sebagai peringatan kepada pemerintah Suriah agar tidak menyerang komunitas Druze.
Serangan Israel juga bertujuan untuk mencegah pengerahan pasukan Suriah ke wilayah selatan dan menciptakan zona demiliterisasi di dekat Dataran Tinggi Golan. Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk mengamankan wilayah strategis yang diklaim Israel sebagai bagian dari negaranya.
Motif di Balik Serangan Israel
Selain alasan melindungi komunitas Druze, serangan Israel juga didorong oleh kekhawatiran terhadap peningkatan kekuatan militer Suriah di perbatasan. Israel khawatir dengan potensi kebangkitan kembali kapasitas militer Suriah pasca jatuhnya pemerintahan Assad.
Peningkatan pengaruh kelompok-kelompok di perbatasan utara juga menjadi faktor lain yang mendorong aksi militer Israel. Serangan tersebut dianggap sebagai tindakan pencegahan untuk mengamankan keamanan nasional Israel.
Reaksi Internasional dan Kondisi Suriah Pasca-Serangan
Serangan Israel terhadap Suriah menuai kecaman dari berbagai negara dan organisasi internasional. Amerika Serikat, melalui Menteri Luar Negeri Marco Rubio, menyatakan keprihatinan yang mendalam.
Beberapa negara Arab, termasuk Lebanon, Irak, Qatar, Yordania, Mesir, dan Kuwait, juga mengecam tindakan Israel. Arab Saudi menyebutnya sebagai serangan terang-terangan, sementara Iran menilai tindakan tersebut sebagai langkah yang mudah ditebak. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, turut mengecam eskalasi kekerasan di Sweida dan Damaskus.
Siapa Sebenarnya Komunitas Druze?
Druze adalah kelompok minoritas etnoreligius berbahasa Arab yang tersebar di Suriah, Lebanon, Israel, dan Dataran Tinggi Golan. Sekitar setengah juta pengikut Druze tinggal di Suriah, mewakili sekitar 3 persen dari populasi negara tersebut.
Komunitas ini secara historis memiliki posisi yang rentan dalam dinamika politik Suriah. Selama perang saudara, mereka membentuk milisi sendiri dan menolak bergabung dengan tentara Suriah, lebih memilih mengandalkan kekuatan lokal.
Dampak Jangka Panjang Konflik
Situasi keamanan dan politik Suriah tetap rapuh setelah jatuhnya pemerintahan Assad. Presiden baru, Ahmed Al Sharaa, menghadapi tantangan besar dalam menyatukan berbagai kelompok di negaranya.
Pertikaian sektarian yang mengakar, termasuk antara Druze dan kelompok lain, memperumit upaya tersebut. Israel, di sisi lain, terus memandang pemerintah baru Suriah dan kelompok-kelompok yang berafiliasi dengannya sebagai ancaman.
Ketegangan antara Israel dan Suriah, yang diperparah oleh insiden terbaru ini, berpotensi menimbulkan konsekuensi jangka panjang yang signifikan bagi stabilitas regional. Ketidakpercayaan yang mendalam dan meningkatnya kekerasan sektarian menjadi ancaman serius bagi upaya perdamaian dan rekonsiliasi di Suriah.