Dunia maya, khususnya platform X milik Elon Musk, menjadi tempat bersemainya ideologi ekstrem. Penggunaan nama Adolf Hitler dan simbol-simbol Nazi masih marak ditemukan, menunjukkan betapa ideologi kebencian ini masih bertahan hingga kini.
Tidak hanya di dunia maya, warisan berbahaya Hitler juga tampak dalam bentuk penjualan buku Mein Kampf yang masih tinggi, bahkan mencapai ratusan euro atau jutaan rupiah di beberapa negara. Hal ini menunjukkan bagaimana ideologi Hitler tetap memiliki daya tarik, meski telah terbukti membawa bencana bagi dunia.
Keberadaan Ideologi Hitler di Era Digital
Kemunculan foto, meme, dan slogan “Heil Hitler” di platform X menunjukkan betapa mudahnya penyebaran ideologi antisemitisme, rasisme, dan anti-demokrasi di dunia maya.
Kelompok-kelompok pendukung ideologi ini tersebar di berbagai belahan dunia, dari Jerman dan Eropa hingga Amerika Serikat, Amerika Latin, Timur Tengah, dan India. Mereka secara aktif menyebarkan racun ideologis mereka melalui berbagai media.
Mein Kampf: Buku yang Tetap Menguntungkan
Buku Mein Kampf, karya Adolf Hitler yang ditulis sebelum ia berkuasa, masih menjadi komoditi yang laku keras di pasaran buku antik dunia.
Harga bervariasi, mulai dari sekitar 250 euro untuk edisi Jerman hingga lebih dari 600 dolar AS untuk edisi Inggris. Meskipun di beberapa negara seperti Mesir dan India buku ini dijual lebih murah, popularitasnya tetap signifikan.
Analisis Isi Mein Kampf dan Dampaknya
Mein Kampf memaparkan pandangan dunia Hitler yang fanatik, antisemitisme brutal, dan penghinaan terhadap demokrasi serta keberagaman.
Buku ini menggambarkan cita-cita Hitler untuk menciptakan “ras manusia unggul” dan “mengermanisasi” wilayah Eropa Timur, disertai pengusiran paksa jutaan orang. Sejarawan Othmar Plockinger menekankan inti perjuangan Hitler: yang kuat akan menang, dan ras unggul akan berkuasa.
Meski awalnya tidak langsung menjadi best seller, Mein Kampf akhirnya menjadi sukses finansial bagi Hitler dan berperan penting dalam merebut kekuasaan pada tahun 1933.
Buku ini secara terang-terangan mengumumkan perang eksistensial, di mana semua pertimbangan kemanusiaan dan estetika dikesampingkan.
Akibatnya adalah Perang Dunia II dan Holocaust, pembantaian massal terhadap Yahudi yang tak tertandingi dalam sejarah. Rezim Nazi dan pendukungnya menyerang siapa saja yang dianggap sebagai musuh.
Kembalinya Ideologi Ekstrem Kanan: Ancaman Nyata
Meskipun Jerman bersumpah “Nie wieder” (Jangan terulang lagi) setelah berakhirnya Perang Dunia II, antisemitisme dan ideologi ekstrem kanan kembali muncul.
Sejarawan Lisa Pine mencatat kembalinya bahasa beracun yang mengingatkan pada tulisan Hitler. Ia menekankan pentingnya terus mengevaluasi karya Hitler untuk memahami akar masalah.
Nikolas Lelle dari Yayasan Amadeu-Antonio mengamati kembalinya ideologi ekstrem kanan yang berbahaya, dengan meningkatnya vandalisme dan kekerasan yang dilakukan kaum muda.
Yayasan tersebut bahkan perlu meningkatkan pengamanan karena ancaman kekerasan yang semakin nyata.
Peran Media Sosial dalam Penyebaran Ideologi Kebencian
Media sosial telah mempermudah penyebaran ideologi ekstrem kanan. Hilangnya tabu sosial dan budaya terkait ujaran kebencian merupakan perubahan dramatis.
Media sosial memungkinkan strategi ganda yang dahulu digunakan Hitler: menampilkan pesan radikal namun sekaligus tampil sopan dan kompromistis.
Lelle dan pakar lain menyerukan kesadaran publik yang lebih tinggi terhadap bahaya penyebaran ideologi kebencian di media sosial dan perlunya batas tegas untuk menghentikannya.
Seratus tahun setelah penerbitan Mein Kampf, kita melihat betapa ideologi Hitler tetap menjadi ancaman nyata. Kewaspadaan dan tindakan tegas diperlukan untuk mencegah sejarah kelam terulang kembali. Pemahaman mendalam tentang akar masalah, dipadukan dengan tindakan nyata untuk melawan penyebaran kebencian di dunia nyata dan maya, merupakan kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.