Indonesia, negara dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, terus berjuang menjaga ketahanan pangan di tengah dinamika global. Laporan terbaru INDEF Center FESD edisi Mei 2025 mengungkap paradoks menarik: surplus beras global tak berdampak pada penurunan harga beras di pasar domestik. Kondisi ini menyoroti kompleksitas permasalahan ketahanan pangan di Indonesia yang membutuhkan solusi struktural, bukan hanya solusi teknis.
Harga beras internasional memang sedang turun. Namun, harga beras di tingkat konsumen Indonesia tetap tinggi. Ini menimbulkan pertanyaan penting tentang efisiensi dan keadilan dalam rantai pasok pangan nasional.
Surplus Global vs. Harga Domestik yang Tinggi: Sebuah Kontradiksi
Produksi beras global mencapai rekor tertinggi dalam satu dekade, dengan stok akhir 2025 mencapai 205,7 juta ton. Harga internasional pun turun ke kisaran 375-415 dolar AS per ton.
Ironisnya, harga eceran beras di Indonesia tetap tinggi, mencapai Rp15.270/kg. Hal ini menunjukkan adanya hambatan dalam transmisi harga internasional ke pasar domestik.
Studi INDEF Center menunjukkan bahwa struktur pasar yang tidak efisien menjadi penyebab utama. Biaya tinggi di setiap level distribusi menyebabkan harga beras di konsumen tetap tinggi meski harga internasional turun.
Efisiensi Rantai Pasok: Petani Terjepit di Tengah Sistem
Hanya 43 persen dari nilai beras yang sampai ke tangan petani. Sisanya, 50 persen, terserap oleh rantai distribusi dan ritel.
Ini bukan masalah teknis semata, tetapi juga struktural. Sistem yang tidak efisien menyebabkan ketidakadilan bagi petani.
Penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) menjadi 121,75 pada April 2025 memperkuat temuan ini. Peningkatan produksi justru menekan harga gabah, sehingga margin keuntungan petani mengecil.
Kenaikan biaya hidup dan produksi semakin memperparah kondisi petani. Mereka menjadi pihak yang paling terdampak oleh inefisiensi pasar.
Kebijakan Stabilisasi Harga: Mencari Keseimbangan yang Adil
Kebijakan stabilisasi harga tidak boleh hanya berfokus pada konsumen. Pemerintah perlu menciptakan keseimbangan yang adil bagi semua pihak: petani, konsumen, dan pelaku usaha di setiap level rantai pasok.
Pemerintah perlu melakukan intervensi untuk meningkatkan efisiensi pasar. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti peningkatan infrastruktur, pengembangan teknologi pertanian, dan regulasi yang lebih adil.
Transparansi harga dan akses informasi yang baik juga penting untuk menciptakan pasar yang kompetitif dan berkeadilan. Dengan demikian, petani dapat memperoleh harga yang layak atas hasil panen mereka.
Penting untuk diingat, ketahanan pangan tidak hanya tentang ketersediaan beras, tetapi juga tentang kesejahteraan petani yang memproduksinya. Solusi jangka panjang harus memperhatikan aspek struktural dan keadilan dalam sistem pangan nasional.
Ke depan, diperlukan kolaborasi multipihak antara pemerintah, sektor swasta, dan petani untuk menciptakan sistem pangan yang efisien, adil, dan berkelanjutan. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan yang sesungguhnya.