Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian, merespon pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang meragukan adanya tragedi pemerkosaan massal pada Mei 1998. Hadrian menekankan pentingnya memasukkan peristiwa tersebut dalam penulisan ulang sejarah Indonesia, mengingat bukti-bukti yang telah terdokumentasi. Peristiwa ini merupakan tragedi kemanusiaan yang sudah diketahui publik luas.
Data dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komnas Perempuan mendukung adanya peristiwa tersebut. Mengabaikannya akan menyalahi fakta yang telah terungkap dan diketahui masyarakat. Peristiwa ini penting untuk diingat sebagai bagian dari sejarah bangsa.
Tanggapan DPR Terhadap Pernyataan Fadli Zon
Lalu Hadrian menyampaikan keprihatinannya atas pernyataan Fadli Zon. Ia berharap peristiwa pemerkosaan Mei 1998 tetap dicatat dalam sejarah Indonesia. Hal ini penting untuk menghormati para korban dan mencegah terulangnya peristiwa serupa.
Keberadaan data dari TGPF dan Komnas Perempuan menjadi landasan penting. Data tersebut perlu diverifikasi dan dikaji lebih lanjut untuk memastikan akurasi dan detailnya.
Pentingnya Menjaga Psikologis Korban
Hadrian mengingatkan pentingnya mempertimbangkan aspek psikologis para korban. Menjaga kehormatan dan perasaan mereka adalah hal yang utama.
Proses penulisan ulang sejarah harus dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab. Menjaga sensitivitas korban dan keluarga mereka perlu menjadi prioritas utama.
Verifikasi Data dan Penggunaan Kata “Massal”
Lalu Hadrian juga menanggapi penggunaan kata “massal” dalam konteks pemerkosaan Mei 1998. Ia menyarankan agar data jumlah korban diverifikasi lebih lanjut.
Data jumlah korban perlu diteliti lebih detail untuk menentukan apakah peristiwa tersebut benar-benar dapat dikategorikan sebagai “massal”. Keterlibatan ahli bahasa juga perlu dipertimbangkan untuk memastikan penggunaan kata yang tepat.
Jumlah korban perlu dikaji secara menyeluruh. Peristiwa tersebut terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, bukan hanya di Jakarta.
Fadli Zon sebelumnya menuai kecaman publik karena pernyataannya yang meragukan adanya bukti peristiwa pemerkosaan Mei 1998. Ia kemudian memberikan klarifikasi dengan menyatakan bahwa dirinya mengutuk segala bentuk kekerasan seksual.
Namun, Fadli Zon juga mempertanyakan validitas data TGPF, mengatakan bahwa laporan tersebut kurang memiliki data pendukung yang kuat dan detail. Pernyataan ini masih menimbulkan perdebatan dan kontroversi.
Setelah masa reses DPR, Lalu Hadrian berencana untuk melakukan rapat kerja dengan Fadli Zon untuk membahas isu ini lebih lanjut. Diskusi ini diharapkan dapat menghasilkan kesepahaman dan solusi yang lebih komprehensif.
Peristiwa pemerkosaan Mei 1998 merupakan bagian penting dari sejarah Indonesia yang tidak boleh dilupakan. Penulisan ulang sejarah harus dilakukan secara objektif, akurat, dan sensitif terhadap para korban. Hal ini penting untuk pembelajaran di masa mendatang dan untuk mencegah terulangnya tragedi kemanusiaan tersebut. Mencari kebenaran dan keadilan bagi para korban adalah tugas bersama.