Indonesia tengah menghadapi sorotan global terkait penyusunan Second Nationally Determined Contribution (NDC), dokumen iklim yang krusial bagi komitmen negara dalam mengatasi perubahan iklim. Pernyataan Menteri Kehutanan (Menhut) yang mendorong pendekatan realistis dalam penyusunan NDC telah memicu perdebatan di kalangan organisasi lingkungan.
Mereka menilai, penting bagi Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinan iklim yang ambisius, bukan malah mengurangi target yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini mengingat urgensi krisis iklim yang semakin mengancam dunia.
Desakan Organisasi Lingkungan untuk NDC yang Ambisius
Sejumlah organisasi lingkungan hidup mendesak Pemerintah Indonesia untuk menunjukkan komitmen yang lebih kuat dalam menghadapi perubahan iklim melalui NDC terbaru.
Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad, menekankan pentingnya ambisi tinggi dalam NDC. Ia khawatir langkah kehati-hatian justru akan menghambat upaya kolektif global dalam mengatasi krisis iklim.
Nadia menambahkan bahwa penurunan ambisi Indonesia di tengah upaya penguatan global akan merusak citra diplomasi negara di kancah internasional.
Tanggapan Menteri Kehutanan dan Pertimbangan Realisme
Menhut, Raja Juli Antoni, mendorong penyusunan Second NDC yang realistis, inklusif, dan terlaksana.
Ia khawatir target yang terlalu ambisius justru akan berdampak negatif bagi citra Indonesia jika gagal tercapai.
Second NDC merupakan pembaruan dari kontribusi iklim nasional yang wajib diperbarui setiap lima tahun sesuai Perjanjian Paris. Tahun 2025 menjadi batas waktu penting untuk pengajuan NDC baru yang sejalan dengan target pembatasan suhu global di bawah 1,5 derajat Celcius.
Peran Serta Masyarakat dan Pentingnya Transparansi
Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARUKI) mengajukan pentingnya keterbukaan dan partisipasi masyarakat dalam penyusunan dokumen iklim nasional.
Kelompok rentan seperti perempuan, masyarakat adat, petani kecil, dan nelayan harus dilibatkan dalam proses tersebut.
Raynaldo G. Sembiring dari ICEL (yang tergabung dalam ARUKI) menekankan perlunya dukungan kebijakan politik dan penegakan hukum agar hutan tetap terjaga sebagai penyangga kehidupan dan benteng menghadapi krisis iklim.
Ia juga menegaskan bahwa komitmen Indonesia dalam Second NDC seharusnya tidak boleh lebih lemah dari Enhanced NDC yang berlaku saat ini.
Lebih lanjut, Raynaldo menekankan pentingnya mempertahankan, bahkan meningkatkan ambisi target FOLU Net Sink 2030 sebagai bagian penting dari diplomasi iklim Indonesia.
Peningkatan kapasitas energi terbarukan global hingga tiga kali lipat pada 2030 juga harus direfleksikan dalam Second NDC.
Perdebatan seputar penyusunan Second NDC ini menyoroti tantangan dalam menyeimbangkan ambisi iklim dengan realitas di lapangan. Partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil dan pemerintah, sangat penting untuk menghasilkan dokumen yang komprehensif dan efektif dalam menghadapi krisis iklim. Suksesnya penyusunan NDC akan bergantung pada kemampuan Indonesia untuk merumuskan target yang ambisius, namun tetap realistis dan dapat diimplementasikan.