Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, dengan tegas membantah seluruh dakwaan jaksa dalam sidang pembacaan duplik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Jumat, 18 Juli 2024. Ia menganggap kasus yang menjeratnya sebagai rekayasa hukum tanpa bukti yang sah. Sidang ini berkaitan dengan dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dan kasus perintangan penyidikan.
Hasto menekankan bahwa kegagalan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangkap Harun Masiku tidak dapat dibebankan kepadanya. Ia bahkan mengklaim KPK mengetahui keberadaan Harun namun tak mengambil tindakan, berdasarkan kesaksian Arief Budi Rahardjo. Penolakan Hasto terhadap dakwaan ini menjadi sorotan utama dalam persidangan.
Hasto Bantah Obstruction of Justice dan Tudingan Lain
Hasto menyatakan dakwaan *obstruction of justice* tidak memenuhi unsur delik Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia membantah pernah memerintahkan siapa pun untuk menghilangkan atau merusak telepon genggam, termasuk milik Harun Masiku dan ajudannya, Kusnadi.
Ia merujuk pada pledoi tim kuasa hukumnya, yang menjabarkan sepuluh dalil untuk membantah tuntutan jaksa. Hasto meminta agar delapan poin replik jaksa dikesampingkan karena dianggap tidak berdasar. Penjelasan hukum dan fakta-fakta yang diajukan menjadi argumen kunci pembelaannya.
Hasto Membantah Pernyataan Jaksa Mengenai Persembunyian
Jaksa dalam repliknya menyebut Hasto bersembunyi dan mematikan ponselnya pada 8 Januari 2020, setelah pemberitaan OTT KPK terhadap komisioner KPU Wahyu Setiawan. Hasto membantah keras tuduhan tersebut.
Ia memberikan bukti berupa dokumentasi dan berita daring yang menunjukkan keberadaannya di kantor redaksi Harian Kompas pada sore hingga malam hari tanggal tersebut. Kredibilitas Kompas sebagai media massa, menurut Hasto, menjadi bukti kuat atas klaimnya.
Hasto Klaim Menjadi Korban Rekayasa Kasus
Hasto menolak keterlibatannya dalam memberikan uang kepada Wahyu Setiawan melalui Saeful Bahri dan Harun Masiku untuk memuluskan PAW Riezky Aprilia. Ia mengutip yurisprudensi Mahkamah Agung untuk menegaskan bahwa unsur “memberi atau menjanjikan sesuatu” harus dibuktikan secara konkret.
Dakwaan terhadapnya, menurut Hasto, merupakan konstruksi sepihak KPK yang sebagian besar didasarkan pada kesaksian tidak langsung (*testimonium de auditu*). Ia juga menunjuk pada dua putusan pengadilan sebelumnya yang tidak menyebutkan keterlibatannya dalam kasus suap. Hasto melihat dirinya sebagai korban dari upaya manipulasi oleh pihak lain yang memanfaatkan posisinya sebagai Sekretaris Jenderal PDIP. Ia menegaskan tidak pernah menyetujui kebijakan yang melanggar hukum.
Hasto Kristiyanto, dalam pernyataannya, menekankan konsistensinya untuk melawan dakwaan yang dianggapnya tidak berdasar. Pernyataan-pernyataan yang disampaikan di pengadilan dan bukti-bukti yang diajukan diharapkan dapat memperkuat pembelaannya dan memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai kasus ini. Nasib Hasto kini berada di tangan majelis hakim yang akan memutuskan perkara ini.