Generasi Z dan milenial, yang kini mayoritas berusia di atas 20 tahun, menunjukkan tren unik dalam dunia belanja: membeli mainan seperti boneka Labubu atau edisi terbatas lainnya. Fenomena ini, yang semakin populer, ternyata telah ada jauh lebih lama dari yang dibayangkan.
Lebih dari sekadar tren sesaat, perilaku ini merepresentasikan sebuah pergeseran budaya konsumsi. Ini menunjukkan bagaimana orang dewasa masih menikmati hal-hal yang biasanya identik dengan masa kanak-kanak.
Kidulting: Lebih dari Sekedar Tren Mainan
Istilah “kidulting,” gabungan dari “kid” dan “adulting,” merangkum fenomena ini dengan tepat. Ini menggambarkan orang dewasa yang tetap menikmati kesenangan masa kecil.
Meskipun tren ini baru-baru ini viral, ternyata istilah “kidult” sudah muncul sejak tahun 1980-an. Majalah Time, pada 11 Agustus 1985, pertama kali menggunakan istilah ini dalam artikel “Coming Soon: TV’s New Boy Network.”
Pada awalnya, istilah tersebut memiliki makna ganda: anak yang berpura-pura dewasa, dan orang dewasa yang bersikap kekanak-kanakan. Namun, makna yang lebih relevan saat ini mengacu pada orang dewasa yang menikmati kembali kesenangan masa kecil mereka.
Dampak Kidulting terhadap Industri Mainan
Data dari Circana, perusahaan riset pasar dan teknologi asal AS, menunjukkan bahwa kelompok usia dewasa (18 tahun ke atas) merupakan penggerak utama pertumbuhan industri mainan dalam dua tahun terakhir.
Penjualan mainan untuk kelompok usia ini meningkat sebesar 5,5 persen, jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan penjualan mainan untuk remaja (12-17 tahun) yang hanya sebesar 3,3 persen.
Sebaliknya, penjualan mainan yang ditargetkan untuk anak-anak justru mengalami penurunan signifikan sejak 2021. Pengeluaran per anak juga menurun.
Circana mengidentifikasi beberapa faktor yang mendorong fenomena ini: nostalgia, daya koleksi, penggemar fanatik (fandom), dan kolaborasi antar merek.
Beberapa merek telah sukses memanfaatkan tren ini, termasuk LEGO, Mattel, Pokemon, Marvel, DC, dan beberapa perusahaan anime.
Pandemi dan Faktor Psikologis Kidulting
Melissa Symonds, Direktur Eksekutif Circana, menjelaskan peran pandemi COVID-19 dalam memicu tren ini.
Pembatasan sosial selama pandemi mendorong banyak orang dewasa untuk menemukan kembali kesenangan sederhana yang mereka nikmati di masa kanak-kanak.
Aktivitas seperti mengerjakan teka-teki, bermain game, atau mengoleksi barang-barang kesukaan kembali populer di kalangan dewasa.
Kondisi ekonomi Gen Z dan milenial yang lebih baik juga memungkinkan mereka untuk membeli barang-barang yang mungkin tidak terjangkau di masa kecil mereka, sehingga semakin mendorong tren ini.
Dulu, membeli kartu Pokemon atau pakaian bertema Hello Kitty mungkin dianggap kekanak-kanakan. Namun, persepsi tersebut telah berubah.
Kidulting kini diterima sebagai gaya hidup bagi banyak orang dewasa, sebuah cara untuk menikmati kembali kenangan indah masa kecil dan mendapatkan kepuasan yang mungkin terlewatkan saat mereka masih muda.
Tren ini bukan hanya soal membeli mainan, tetapi juga tentang menghargai kenangan masa kecil, mencari kesenangan, dan mengekspresikan diri melalui hobi yang digemari.
Pada akhirnya, kidulting menunjukkan bagaimana masa dewasa tidak harus meninggalkan kesenangan dan kegembiraan masa kanak-kanak. Ini adalah pengakuan bahwa kesenangan dan hobi tidak mengenal batasan usia.