Burnout, kelelahan mental akibat tekanan kerja, semakin banyak dialami pekerja muda. Dua Gen Z di Bekasi, Yasmin (27) dan Siti (24), berbagi pengalaman mereka menghadapi fenomena ini. Kisah mereka menggambarkan tantangan nyata yang dihadapi generasi muda dalam dunia kerja saat ini.
Tekanan pekerjaan yang berlebihan, gabungan dari tuntutan kantor dan ekspektasi klien, serta ketidakpastian jam kerja, menjadi pemicu utama burnout. Kedua perempuan ini memiliki profesi dan jenis tekanan yang berbeda, namun dampaknya sama-sama signifikan.
Tekanan Berganda: Antara Tuntutan Kantor dan Amarah Konsumen
Yasmin, seorang marketing di perusahaan developer perumahan, telah bekerja selama tiga tahun. Tugas utamanya memasarkan properti dan menjembatani komunikasi antara konsumen dan developer.
Namun, setelah banjir besar awal tahun ini, Yasmin mengalami burnout. Ia menerima hujatan dan makian dari konsumen yang kecewa. Selain itu, ia juga harus menanggung beban tambahan di luar jobdesknya.
Tim marketing ditekan untuk menalangi cicilan konsumen dan melakukan penagihan. Lingkungan kerja yang toksik, ditambah atasan yang dinilai tidak suportif, memperparah keadaannya.
Yasmin merasakan tekanan ganda yang sangat besar. Ia harus menghadapi amarah konsumen dan tuntutan tak masuk akal dari kantornya. Situasi ini akhirnya memicu burnout.
Beban Seorang Fresh Graduate: Menggantikan Senior yang Mumpuni
Siti, seorang wartawan di media daring, langsung ditempatkan di posisi yang dikenal sangat padat dan menantang. Ia merasa terbebani karena harus menggantikan senior yang berpengalaman.
Jam kerja yang tak menentu dan tuntutan untuk menulis berbagai topik dalam waktu singkat menambah tekanan. Siti mengakui awalnya ia sangat antusias dengan profesinya.
Namun, tekanan untuk menyamai performa seniornya yang luar biasa membuatnya kelelahan secara mental. Ketidakpercayaan diri sebagai fresh graduate memperburuk situasi.
Meskipun telah beradaptasi, Siti masih merasa terbebani. Ritme kerja yang cepat di posisinya, ditambah ekspektasi tinggi dari kantor, akhirnya memicu burnout.
Mencari Keseimbangan: Strategi Menghadapi Burnout
Meskipun mengalami burnout, Yasmin dan Siti menemukan cara untuk mengatasi dan berdamai dengan situasi tersebut. Mereka tetap berupaya menikmati pekerjaan.
Yasmin memilih meluangkan lebih banyak waktu untuk dirinya sendiri, melakukan hal-hal yang menyenangkan di waktu luang. Ia memaksakan diri untuk tetap melakukan kegiatan yang membuat bahagia.
Siti memilih untuk berbagi dan berdiskusi dengan seniornya. Ia mendapatkan dukungan dan pemahaman dari seniornya di kantor.
Kedua perempuan ini menyadari pentingnya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Mereka menunjukkan bahwa menghadapi burnout memerlukan strategi yang tepat dan dukungan lingkungan.
Pengalaman Yasmin dan Siti menyoroti perlunya kesadaran akan isu burnout, terutama di kalangan Gen Z. Lingkungan kerja yang suportif, manajemen beban kerja yang efektif, dan kesempatan untuk mengembangkan diri menjadi kunci pencegahan burnout.
Menciptakan budaya kerja yang menghargai kesejahteraan mental karyawan menjadi penting untuk mencegah burnout dan meningkatkan produktivitas jangka panjang.