Institut Pertanian Bogor (IPB) tengah menghadapi polemik pembentukan Sekolah Teknik. Keputusan ini memicu reaksi beragam dari mahasiswa dan alumni Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), yang seluruh program studinya dipindahkan ke Sekolah Teknik baru tersebut.
Perpindahan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan sivitas akademika IPB. Beberapa mahasiswa merasa terdampak, sementara yang lain menyambut positif perubahan ini.
Pro dan Kontra Perpindahan Prodi ke Sekolah Teknik
Faiz, mahasiswa Teknik Mesin Fateta, menyatakan dukungannya terhadap perpindahan tersebut. Ia menilai perpindahan ini sesuai dengan bidang studinya yang memang berfokus pada teknik.
Sebaliknya, Caesa, mahasiswa Teknologi Pangan, mengungkapkan keberatannya. Ia menjelaskan perbedaan mendasar antara Teknik Pangan dan Teknologi Pangan. Teknologi Pangan lebih fokus pada inovasi makanan, berbeda dengan Teknik Pangan yang lebih menekankan pada aspek peralatannya.
Keberatan Caesa juga diutarakan oleh mayoritas mahasiswa Teknologi Pangan, bahkan hingga kalangan alumni. Mereka mempertanyakan transparansi proses pengambilan keputusan dan khawatir akan perubahan substansial dalam kurikulum pembelajaran.
Pihak kampus menjamin tidak akan ada perubahan signifikan dalam pembelajaran. Namun, Caesa merasakan perbedaan, terutama dengan mulai diterapkannya pembelajaran tentang alat-alat, yang menurutnya belum sedalam yang dipelajari mahasiswa Teknik Pangan.
Kecemasan Alumni dan Pertanyaan Rektor
Bukan hanya mahasiswa, alumni Fateta IPB juga turut menyuarakan kekhawatirannya. Ketua Himpunan Alumni Fateta IPB, Luhur Budijarso, menyatakan dukungannya terhadap Dekan Fateta dan berharap adanya jalan tengah.
Alumni memahami kebutuhan akan Sekolah Teknik, namun berharap Fateta tetap ada dan dapat bersinergi sebagai mitra. Mereka ingin memastikan Fateta tetap berperan penting dalam perkembangan teknologi pertanian.
Aman Wirakartakusumah, Rektor IPB periode 1998-2002, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi hilangnya jati diri IPB sebagai perguruan tinggi pertanian. Ia mempertanyakan konsistensi visi dan misi IPB jika Fateta diabaikan.
Aman membandingkan IPB dengan ITB yang tetap mempertahankan namanya meski memiliki berbagai fakultas di luar teknik. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara ilmu murni dan penerapan teknologi.
Ia menegaskan bahwa kampus seharusnya mendukung visi dan misi, dan jika IPB berfokus pada agrikultur, Fateta seharusnya tetap dipertahankan. Perlu dikaji kembali apakah perpindahan prodi ini sudah sesuai dengan visi dan misi IPB.
Klarifikasi Dekan Fateta dan Solusi ke Depan
Dekan Fateta IPB, Slamet Budijanto, menjelaskan bahwa Fateta masih tetap ada. Perpindahan prodi ke Sekolah Teknik berdasarkan keputusan rektor dan persetujuan dosen.
Keputusan tersebut didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan produktivitas. Namun, Slamet membuka peluang pembahasan ulang jika ada penolakan signifikan dan usulan naskah akademik yang komprehensif diajukan.
Ia memastikan perpindahan prodi tidak akan melemahkan pembelajaran di Fateta, justru sebaliknya, diharapkan memperkuat ilmu-ilmu yang diajarkan.
Polemik ini menunjukkan pentingnya transparansi dan dialog dalam pengambilan keputusan di lingkungan kampus. Perlu adanya kajian mendalam untuk memastikan setiap keputusan mendukung visi dan misi IPB serta kepentingan seluruh sivitas akademika.
Ke depannya, diharapkan akan tercapai solusi yang mengakomodasi berbagai kepentingan dan menjaga jati diri IPB sebagai perguruan tinggi pertanian terkemuka di Indonesia.