Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten, Budi Prajogo, dicopot dari jabatannya. Penyebabnya adalah kontroversi seputar memo titip siswa dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) SMA Negeri di Kota Cilegon. Peristiwa ini memicu reaksi keras dan permintaan maaf dari DPW PKS Banten.
Pencopotan Budi Prajogo merupakan langkah tegas yang diambil Fraksi PKS DPRD Provinsi Banten. Penggantinya adalah Imron Rosadi.
Pencopotan Budi Prajogo dan Permintaan Maaf PKS
Ketua DPW PKS Banten, Gembong R Sumedi, menyampaikan permohonan maaf atas kontroversi yang melibatkan Budi Prajogo. Permintaan maaf ini ditujukan kepada masyarakat yang merasa terganggu atau tersinggung.
Langkah pencopotan ini menunjukkan komitmen PKS dalam menanggapi serius kasus tersebut. Pihaknya berharap kejadian ini tidak terulang kembali.
Harta Kekayaan Budi Prajogo Menurut LHKPN
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan pada 21 Maret 2025, Budi Prajogo memiliki total harta kekayaan sebesar Rp 6.219.586.315.
Sebagian besar hartanya, yakni Rp 5.903.000.000, berasal dari tanah dan bangunan. Rincian lainnya meliputi harta bergerak, kas dan setara kas, serta alat transportasi dan mesin.
Rincian harta berupa alat transportasi dan mesin meliputi: sebuah sepeda motor Honda tahun 2013 (Rp 5.000.000), sebuah mobil Honda Freed minibus tahun 2012 (Rp 125.000.000), dan sebuah sepeda motor Kawasaki B3175A tahun 2019 (Rp 17.000.000).
Rincian Harta Kekayaan
Jumlah harta bergerak lainnya tercatat Rp 43.000.000. Kas dan setara kas mencapai Rp 126.586.315.
Total keseluruhan harta kekayaannya menunjukkan profil finansial Budi Prajogo sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten sebelum pencopotan.
Klarifikasi dan Permintaan Maaf Budi Prajogo
Budi Prajogo telah memberikan klarifikasi terkait memo titip siswa tersebut. Ia menyatakan memo tersebut dibuat oleh stafnya dan hanya diminta untuk menandatanganinya.
Budi mengaku tidak mengenal siswa maupun keluarganya. Ia juga menegaskan tidak melakukan intervensi kepada pihak sekolah.
Meskipun demikian, Budi mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf atas kegaduhan yang terjadi. Ia menyatakan menyesali kejadian ini.
Meskipun Budi mengklaim tidak melakukan intervensi langsung, fakta bahwa nama siswa tersebut tidak lolos dalam SPMB tetap menimbulkan pertanyaan mengenai etika dan transparansi dalam proses penerimaan siswa.
Kejadian ini menjadi pembelajaran penting tentang transparansi dan akuntabilitas dalam proses penerimaan siswa di sekolah negeri. Masyarakat berharap agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.
Peristiwa ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penerimaan siswa di sekolah negeri. Mekanisme yang lebih ketat dan transparan perlu diimplementasikan untuk mencegah praktik serupa terjadi lagi.
Sebagai penutup, kasus ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya integritas dan tanggung jawab bagi para pejabat publik. Kepercayaan publik merupakan aset berharga yang harus dijaga.