Presiden Prabowo Subianto kini mengambil alih penanganan sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara. Polemik ini bermula dari Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil sebagai bagian dari Sumatera Utara. Keputusan ini menuai protes dari Aceh yang berpendapat wilayah tersebut termasuk dalam wilayah administratifnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 dan Perjanjian Helsinki.
Anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, menyatakan Kepmendagri tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Perjanjian Helsinki. Ia pun memberikan sejumlah rekomendasi untuk menyelesaikan sengketa ini. Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memastikan Presiden Prabowo akan memberikan keputusan terkait polemik ini dalam waktu dekat.
Kepmendagri Dinilai Bertentangan dengan Hukum dan Perjanjian Helsinki
Rieke Diah Pitaloka tegas menyatakan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 cacat hukum. Ia menekankan bahwa Provinsi Aceh terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956. Undang-Undang ini menjadi dasar hukum Perjanjian Helsinki 15 Agustus 2005.
Poin 1.1.4 Perjanjian Helsinki secara jelas menyebutkan batas wilayah Aceh meliputi seluruh wilayah Keresidenan Aceh, termasuk wilayah Singkil dan pulau-pulaunya. Oleh karena itu, Keputusan Mendagri tersebut dianggapnya telah mengabaikan kesepakatan internasional tersebut dan melanggar hukum yang berlaku.
Rekomendasi DPR untuk Penyelesaian Sengketa Empat Pulau
Rieke Diah Pitaloka merekomendasikan empat langkah penting untuk menyelesaikan polemik ini. Pertama, ia meminta agar Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 dinyatakan batal demi hukum.
Kedua, diperlukan dialog antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Sumatera Utara. Dialog ini bertujuan untuk menetapkan batas wilayah administratif yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses ini harus mengedepankan prinsip keadilan dan hukum.
Ketiga, penyelesaian sengketa ini harus tetap menjunjung tinggi komitmen Perjanjian Helsinki. Perjanjian tersebut merupakan kesepakatan penting yang harus dihormati dan dijalankan sepenuhnya.
Terakhir, Rieke merekomendasikan revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1956. Revisi ini bertujuan untuk memperkuat posisi Provinsi Aceh, termasuk dalam hal pengelolaan pulau, perairan, dan ekosistemnya. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh dan menjaga kelestarian lingkungan.
Peran Presiden Prabowo Subianto dalam Penyelesaian Sengketa
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengungkapkan Presiden Prabowo Subianto telah mengambil alih penanganan sengketa empat pulau ini. Keputusan ini diambil setelah komunikasi langsung antara DPR dan Presiden.
Presiden Prabowo dijadwalkan akan mengeluarkan keputusan terkait polemik ini dalam waktu dekat. Hal ini memberikan harapan baru bagi penyelesaian sengketa yang telah berlangsung tersebut. Diharapkan keputusan Presiden akan mengakhiri perdebatan dan membawa solusi yang adil bagi kedua belah pihak.
Pihak-pihak terkait berharap Presiden Prabowo dapat memberikan keputusan yang bijak, berdasarkan hukum dan perjanjian internasional yang berlaku, serta mempertimbangkan aspirasi masyarakat Aceh dan Sumatera Utara. Penyelesaian yang adil dan damai merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga keharmonisan hubungan antar daerah. Harapannya, keputusan ini akan menjadi preseden baik dalam menyelesaikan sengketa batas wilayah di masa mendatang.