Institut Pertanian Bogor (IPB) tengah menghadapi polemik terkait perubahan nomenklatur Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) menjadi School of Engineering. Perubahan ini menuai beragam reaksi, terutama dari kalangan mahasiswa dan alumni Fateta yang merasa identitas keilmuan dan sejarah panjang fakultas terancam tergerus.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, turut menyoroti rencana perubahan ini. Ia menekankan pentingnya kajian mendalam sebelum mengambil keputusan yang berdampak luas bagi IPB dan kemajuan teknologi pertanian di Indonesia.
Kajian Mendalam Menjadi Kunci Perubahan Nomenklatur Fateta IPB
Hetifah Sjaifudian menegaskan perlunya landasan ilmiah yang kuat dalam perubahan nomenklatur Fateta. Kajian tersebut harus mempertimbangkan relevansi dengan perkembangan masa depan sekaligus menghargai nilai historis dan karakteristik keilmuan Fateta yang telah terbangun selama bertahun-tahun.
Menurut Hetifah, keputusan perubahan nomenklatur tidak boleh tergesa-gesa. Proses yang matang dan transparan sangat penting untuk memastikan perubahan tersebut membawa dampak positif bagi kemajuan IPB dan bangsa Indonesia.
Aspirasi Alumni dan Semangat Asta Cita Presiden
Aspirasi alumni Fateta IPB, yang menginginkan agar perubahan dilakukan dengan mempertimbangkan sejarah dan identitas keilmuan Fateta, sejalan dengan semangat Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Asta Cita menekankan pentingnya kesinambungan, penguatan kapasitas nasional, dan penghargaan terhadap tradisi keilmuan sebagai bagian dari kemandirian bangsa. Perubahan nomenklatur Fateta seharusnya selaras dengan prinsip-prinsip tersebut.
Pentingnya Dialog Inklusif dan Solusi Bersama
Hetifah mendorong pihak IPB, baik rektorat maupun dekanat, untuk membuka ruang dialog yang inklusif dan demokratis. Dialog ini bertujuan untuk mencari solusi bersama yang mengakomodasi berbagai kepentingan dan aspirasi.
Tujuan utamanya adalah memastikan teknologi pertanian di Fateta IPB tetap berperan dalam pembangunan nasional tanpa menghilangkan identitas keilmuan yang telah melekat. Komunikasi yang terbuka dan partisipatif sangat diperlukan dalam proses ini.
Respon dari Himpunan Alumni Fateta IPB menunjukkan adanya keinginan untuk berkolaborasi dengan pihak IPB dalam mencari jalan tengah. Ketua Himpunan Alumni Fateta IPB, Luhur Budijarso, menyatakan kesiapan alumni untuk mendukung dekan Fateta dalam menghadapi permasalahan ini. Alumni memahami adanya kebutuhan pendirian sekolah teknik, tetapi berharap agar Fateta dan Sekolah Teknik dapat berjalan beriringan sebagai mitra yang saling mendukung dan bersinergi.
Polemik perubahan nomenklatur Fateta IPB menyoroti pentingnya perencanaan yang matang dan partisipasi berbagai pihak dalam pengambilan keputusan di perguruan tinggi. Proses perubahan harus transparan, inklusif, dan didasarkan pada kajian ilmiah yang komprehensif. Hal ini guna memastikan agar perubahan tersebut membawa manfaat jangka panjang bagi institusi dan kemajuan bangsa.
Ke depannya, diharapkan IPB dapat mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa, alumni, dan para pakar, untuk menghasilkan solusi yang menguntungkan semua pihak dan mendukung kemajuan teknologi pertanian di Indonesia.