PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) terus berkomitmen terhadap transisi ekonomi hijau. Komitmen ini diwujudkan melalui penyaluran pembiayaan berkelanjutan yang signifikan. Hingga April 2025, BNI telah menyalurkan pembiayaan berkelanjutan senilai Rp 182,2 triliun, atau 24 persen dari total kredit yang disalurkan. Angka ini menunjukkan upaya serius BNI dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.
Komitmen BNI terhadap Pembiayaan Hijau
Pembiayaan berkelanjutan yang disalurkan BNI mencakup Rp 72,8 triliun untuk pembiayaan hijau secara khusus. Ini menunjukkan fokus BNI pada proyek-proyek yang ramah lingkungan. Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo, menjelaskan bahwa pembiayaan berkelanjutan merupakan strategi kunci BNI untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Perubahan iklim mendorong sektor perbankan untuk berperan aktif dalam pembiayaan yang berdampak positif.
BNI juga menekankan penerapan prinsip keberlanjutan dalam seluruh proses bisnisnya. Hal ini termasuk penyaluran kredit ke sektor-sektor yang ramah lingkungan.
Langkah ini selaras dengan upaya global dalam mengurangi dampak negatif aktivitas manusia terhadap lingkungan.
Strategi BNI dalam Pendanaan Berkelanjutan
BNI berperan sebagai mitra strategis dalam mendukung transisi berkelanjutan. Salah satu caranya adalah melalui layanan pendampingan dan pembiayaan berbasis Sustainability Linked Loans (SLL).
Hingga kini, BNI telah menyalurkan pembiayaan SLL sebesar Rp 6,0 triliun.
Sektor penerima pembiayaan ini meliputi agrifood, manufaktur semen, baja, produk batu bara, dan kemasan. Tujuannya adalah mendorong peningkatan kinerja keberlanjutan perusahaan-perusahaan tersebut.
Sustainability Linked Loans (SLL) dan Kinerja Keberlanjutan
Pembiayaan SLL mendorong perusahaan untuk meningkatkan kinerja keberlanjutannya. Dengan demikian, pembiayaan ini tidak hanya memberikan dukungan finansial, tetapi juga mendorong praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab.
SLL dirancang untuk memberikan insentif bagi perusahaan untuk mencapai target keberlanjutan yang telah disepakati.
Hal ini memberikan dampak positif baik bagi lingkungan maupun bisnis perusahaan itu sendiri.
Mitigasi Risiko dan Kriteria Penerimaan Risiko (RAC)
BNI telah mengembangkan Risk Acceptance Criteria (RAC) yang mengintegrasikan mitigasi risiko perubahan iklim. RAC ini menetapkan persyaratan minimum bagi calon debitur di sektor-sektor berisiko tinggi terhadap lingkungan.
Contohnya, sektor perkebunan kelapa sawit diwajibkan memiliki sertifikasi RSPO/ISPO dan berkomitmen pada kebijakan No Deforestation, No Peat, and No Exploitation (NDPE).
Persyaratan lain termasuk pemenuhan dokumen AMDAL atau UPL/UKL atau PROPER sesuai dengan sektor usahanya.
Dengan menerapkan RAC yang ketat, BNI mengurangi risiko lingkungan dan memastikan pembiayaan disalurkan secara bertanggung jawab.
Upaya ini memperkuat posisi BNI sebagai pemimpin dalam pembiayaan berkelanjutan di Indonesia.
Komitmen BNI terhadap pembiayaan berkelanjutan ini bukan hanya sekadar angka, tetapi juga mencerminkan visi jangka panjang perusahaan dalam mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan strategi yang terukur dan komprehensif, BNI diharapkan dapat menjadi contoh bagi sektor perbankan lain dalam mendorong transisi menuju ekonomi hijau di Indonesia.